Bung Karno sendiri memiliki tiga tongkat komando yang bentuknya sama, satu tongkat yang ia bawa ke luar negeri, satu tongkat untuk berhadapan dengan para Jenderalnya dan satu tongkat waktu ia berpidato. Namun kalau keadaan buru-buru dan harus pergi, yang kerap ia bawa adalah tongkat sewaktu ia berpidato.
Pernah
suatu saat Presiden Kuba, Fidel Castro memegang tongkat Bung Karno dan
bercanda “Apakah tongkat ini sakti seperti tongkat kepala suku Indian?”
Bung Karno tertawa saja, saat itu Castro meminta peci hitam Bung Karno
dan Bung Karno pake pet hijau punya-nya Castro. “Pet ini saya pakai
waktu saya serang Havana dan saya jatuhkan Batista” kata Castro
mengenai Pet hijaunya itu.
Apakah
tongkat Bung Karno itu memiliki kesaktian? seperti Keris Diponegoro
‘Kyai Salak’ atau keris Aryo Penangsang ‘Kyai Setan Kober’ wallahu’alam .
Tapi Bung Karno sakti, itu sudah jelas. Peristiwa paling menggemparkan
bagi publik Indonesia adalah saat Bung Karno ditembak dari jarak
dekat pada sholat Idul Adha. Tembakan itu meleset dan ini yang jadi
heboh, bagaimana bisa penembaknya adalah seorang jago perang terlatih,
kenapa menembak dari hanya jarak 5 meter tidak kena. Di Radio-radio saat
itu saat sidang pengadilan penembak Bung Karno, terungkap saat Bung
Karno membelah dirinya menjadi lima. Penembak bingung ‘mana Bung Karno’
?
Kesaktian Bung Karno sebenarnya adalah ‘kesaktian’ tiban, ‘tiban’ adalah
suatu istilah Jawa bahwa kesaktian itu tidak dipelajari. Waktu lahir
Sukarno bernama Kusno, ia sakit keras kemudian diganti nama Sukarno.
Setelah sehat, datanglah kakek Sukarno, Hardjodikromo datang dari
Tulungagung untuk berjumpa dengan Sukarno kecil saat itu, sang Kakek
melihat ada sesuatu yang lain di anak ini. Kakek Sukarno sendiri adalah
seorang sakti, ia bisa menjilati bara api pada sebuah besi yang menyala.
- Rupanya di lidah Sukarno ada kemampuan lebih yaitu mengobati orang,
Sukarno dicoba untuk mengobati bagian yang sakit dengan menjilat-.
Kakek
Sukarno, tau bahwa ini kesaktian, tapi harus diubah asal cucunya
jangan hanya jadi dukun, tapi jadi seorang yang amat berguna untuk
bangsanya. Hardjodikromo adalah seorang pelarian dari Jawa Tengah yang
menolak sistem tanam paksa Cultuurstelsel Van Den Bosch, ia ke
Tulungagung dan memulai usaha sebagai saudagar batik. Leluhur Bung
Karno dari pihak Bapaknya adalah Perwira Perang Diponegoro untuk wilayah
Solo. Nama leluhur Bung Karno itu Raden Mangundiwiryo yang berperang
melawan Belanda, Mangundiwiryo ini adalah orang kepercayaan Raden Mas
Prawirodigdoyo salah seorang Panglima Diponegoro yang membangun
benteng-benteng perlawanan antara Boyolali sampai Merbabu. Setelah
selesainya Perang Diponegoro, Raden Mangundiwiryo diburu oleh intel
Belanda dan ia menyamar jadi rakyat biasa di sekitar Purwodadi, mungkin
akar inilah yang membuat ikatan batin antara Jawa Tengah dan Bung Karno.
- Seperti diketahui Jawa Tengah adalah basis utama Sukarnois terbesar
di Indonesia-.
Mangundiwiryo memiliki kesaktian yaitu ‘Ucapannya bisa jadi kenyataan’ istilahnya ‘idu geni’. Rupanya ini menurun pada Bung Karno. Melihat kemampuan ‘idu geni’ Bung
Karno itu, Kakeknya Hardjodikromo berpuasa siang malam agar cucunya
bisa memiliki kekuatan batin, pada suatu saat Hardjodikromo bermimpi
rumahnya kedatangan seorang yang amat misterius, berpakaian bangsawan
Keraton Mataram dan mengatakan dengan amat pelan ‘bahwa cucumu adalah
seorang Raja bukan saja di Tanah Jawa, tapi di seluruh Nusantara’. Kelak
Hardjodikromo mengira bahwa itu adalah perwujudan dari Ki Juru Martani,
seorang bangsawan Mataram paling cerdas.
Sejak
mimpi itu, kemampuan Bung Karno menjilat dan menyembuhkan langsung
hilang berganti dengan ‘kemampuan berbicara yang luar biasa hebat’.
Bung
Karno sendiri -menurut buku Giebbels, salah seorang Sejarawan Belanda-
sudah diramalkan akan terbunuh dengan benda-benda tajam. Untuk itulah ia
amat takut dengan jarum suntik, Bung Karno sendiri agak paranoid
terhadap benda-benda tajam, ketika penyakit ginjalnya amat parah, ia
menolak untuk berobat ke Swiss karena disana ia pasti akan dibedah
dengan pisau tajam. Ia memilih obat-obatan herbal dari Cina.
Kembali
ke tongkat tadi, tongkat Bung Karno itu dibuat dari bahan kayu Pucang
Kalak, Pohon Pucang itu banyak, tapi Pucang Kalak itu hanya ada di
Ponorogo, pohon Pucang. Tongkat Komando Bung Karno sendiri dipakai
sejak 1952, setelah peristiwa 17 Oktober 1952. -Suatu malam Bung Karno
didatangi orang dengan membawa sebalok kayu Pohon Pucang Kalak yang ia
potong dengan tangannya, balok itu diserahkan pada Bung Karno. ”Untuk
menghadapi Para Jenderal” kata orang itu. Lalu Bung Karno menyuruh salah
seorang seniman Yogyakarta untuk membuat kayu itu menjadi tongkat
komando.
Sebagai tambahan dalam khasanah politik Indonesia, ‘ageman’
atau pegangan itu soal biasa. Misalnya Jenderal Sumitro, tokoh utama
dalam rivaalitas dengan Ali Moertopo pada peristiwa Malari 1974, sebelum
meletusnya Malari kedatangan seorang anak muda dengan pakaian dekil dan
menyerahkan sebilah keris “Untuk menang Pak” kata anak muda itu.
Pak Harto sendiri punya ageman
banyak yang bilang pusat kekuatan Pak Harto itu ada di Bu Tien Suharto,
banyak yang bilang juga di ‘konde’ bu Tien. Tapi yang jelas Pak Harto
adalah seorang pertapa, seorang ahli kebatinan tinggi, ia senang tapa
kungkum di tempuran (tempuran = pertemuan dua arus kali) di Jakarta ia
sering sekali bertapa di dekat Ancol tengah malam, saat tarik ulur
dengan Bung Karno antara tahun 1965-1967.
Salam damai selalu dari Ega
{ 0 comments... read them below or add one }
Post a Comment
Terimakasih telah berkunjung ke blog Ega,silahkan tinggal kan komentar :