Damai sejahtera bagi kamu
Memang benar jika hati adalah tempat mangkalnya berbagai perasaan,
tumbuh kembang antara kebaikan dan keburukan. Hati juga menjadi sumber
ilham dan permasalahan, tempat lahirnya cinta dan kebencian, serta muara
bagi keimanan dan kekufuran.
Hati juga sumber kebahagiaan jika sang pemiliknya mampu membersihkan
berbagai kotorannya yang berserakan, namun sebaliknya ia merupakan
sumber bencana jika sang
empunya gemar mengotorinya.
Hati yang kotor hanya akan menyebabkan kapasitas ruangnya menjadi
pengap, sumpek, gelap, dan bahkan mati. Jika sudah mati seluruh komponen
juga akan turut mati. Dalam makna yang sama, Abu Hurairah RA berkata,
“Hati ibarat panglima, sedangkan anggota badan adalah tentara. Jika
panglima itu baik maka akan baik pulalah tentaranya. Jika raja itu buruk
maka akan buruk pula tentaranya.”
Pada akhirnya kita bisa mengenali dalam keadaan apa hati seseorang
itu mati. Di antaranya adalah pertama, taarikush shalah, meninggalkan
shalat dengan tanpa uzur atau tidak dengan alasan yang dibenarkan oleh
syar’i. (QS Maryam [19]: 59).
Imbas dari seringnya meninggalkan shalat adalah kebiasaan
memperturutkan hawa nafsu. Dan, kalau sudah demikian, dia akan menabung
banyak kemaksiatan dan dosa. Ibnu Mas’ud menafsirkan kata ‘ghoyya’ dalam
ayat tersebut dengan sebuah aliran sungai di Jahanam (neraka) yang
makanannya sangat menjijikkan. Bahkan, tempatnya sangat dalam dan
diperuntukkan bagi mereka yang membiarkan dirinya larut dalam
kemaksiatan.
Kedua, adz-dzanbu bil farhi, melakukan kemaksiatan dan dosa dengan
bangga. Alih-alih merasa berdosa dan menyesal, justru si pemilik hati
yang mati, ia teramat menikmati kemaksiatan dan dosanya. (QS al-A’raf
[7]: 3).
Ketiga, karhul Qur’an, benci pada Alquran. Seorang Muslim, jelas
memiliki pedoman yang menyelamatkan, yaitu Alquran. Tapi, justru ia
enggan berpedoman dan mencari selamat dengan kitab yang menjadi mukjizat
penuntun sepanjang zaman ini. Bahkan, ia membencinya dan tidak senang
terhadap orang atau sekelompok orang yang berkhidmat dan bercita-cita
luhur dengan Alquran.
Keempat, hubbul ma’asyi, gemar bermaksiat dan mencintai kemaksiatan.
Nafsu yang diperturutkan akan mengantarkan mata hatinya tertutup,
sehingga susah mengakses cahaya Ilahi. Sehingga, ia lebih senang maksiat
daripada ibadah.
Kelima, asikhru, sibuk hanya mempergunjing dan buruk sangka serta
merasa dirinya selalu lebih suci. Keenam, ghodbul ulamai, sangat benci
dengan nasihat baik dan fatwa-fatwa ulama. Berikutnya, qolbul hajari,
tidak ada rasa takut akan peringatan kematian, alam kubur, dan akhirat.
Selanjutnya, himmatuhul bathni, gila dunia bahkan tidak peduli halal
haram yang penting kaya. Anaaniyyun, masa bodoh terhadap keadaan dan
urusan orang lain. Keluarganya menderita, dia tetap saja cuek.
Al-intiqoom, pendendam hebat, al-bukhlu, sangat pelit, ghodhbaanun,
cepat marah, angkuh, dan pendengki. Na’udzubillah. Semoga kita semua
dijaga dari hati yang mati
{ 0 comments... read them below or add one }
Post a Comment
Terimakasih telah berkunjung ke blog Ega,silahkan tinggal kan komentar :